Perkataan "Allah" dalam tulisan ini dan seisi blog ini
mengacu ke:
1. Tuhan; Yang Tak Bernama; Yang Mahakuasa
2. Nama/Asma-Nya;
3. Nur Ilahi alias Zat-Nya [Zat-Mutlak]; Ruh Qudus.
Nah, ketika di blog ini dikatakan Tuhan, ini artinya langsung mengacu kepada Yang Tak Bernama alias Tuhan sekalian Zat [Rabbul izzati], Pemilik Cahaya Diri-Nya [Pemilik Nur Ilahi], juga Pemilik Nama "Allah".
Meski demikian, tetaplah pandang dalam koridor keesaan ya. Ini pembahasan wilayah hakiki. Ambil paham baik-baik.
1. Tuhan; Yang Tak Bernama; Yang Mahakuasa
2. Nama/Asma-Nya;
3. Nur Ilahi alias Zat-Nya [Zat-Mutlak]; Ruh Qudus.
Nah, ketika di blog ini dikatakan Tuhan, ini artinya langsung mengacu kepada Yang Tak Bernama alias Tuhan sekalian Zat [Rabbul izzati], Pemilik Cahaya Diri-Nya [Pemilik Nur Ilahi], juga Pemilik Nama "Allah".
Meski demikian, tetaplah pandang dalam koridor keesaan ya. Ini pembahasan wilayah hakiki. Ambil paham baik-baik.
Kejadian Nur
Nur
itu asal kejadiannya: Tuhan minta dikenal dan disembah. Akan tetapi, belum ada
sesuatu. DIA sendiri yang ADA. Siapa yang mau mengenal dan menyembah-Nya,
sedangkan belum ada sesuatu. Zat dan Sifat-Nya pun belum ada. DIA sendiri yang
ADA: siapa yang menyebut Dia "Allah" atau "Tuhan"?
Oleh Tuhan diambil-Nya Nama dan Sifat-Nya, "dipukulkan" keduanya: Jalal dan Jamal-Nya. Memancarlah Cahaya.
Oleh Tuhan diambil-Nya Nama dan Sifat-Nya, "dipukulkan" keduanya: Jalal dan Jamal-Nya. Memancarlah Cahaya.
"Najjalaltu wa jamalu
baina huma Muhammad."
Dari pertemuan Sifat Jalal dan Jamal-Nya terjadilah Muhammad. |
Cahaya-Nya itu diambil dan dijadikan-Nya nyawa. Bunyinya sangat dahsyat. Berkat kejadian pertemuan Jalal dan Jamal-Nya itu masih berupa awan, setelah itu timbullah sesuatu. Sampai sekarang ini Nur tidak mati karena dijadikan-Nya nyawa.
Nur itu bukan cahaya atau sinar-sinar baharu yang kita kenal, juga bukan kilat-kilat, melainkan Nur di atas Nur. Cahaya di atas cahaya [berarti bukan berbentuk cahaya makhluk]. Dari Cahaya Ilahi inilah adanya sekalian alam. Maka dinamailah alam itu sesuatu. Ketika baru Tuhan dan Nur-Nya, karena kuatnya tekanan ketuhanan, "menetes" Nur itu. Nur itu qadim. Apabila Nur menyahut, itu karena diberi suara dari Tuhan. Inilah yang dinamakan qadim seqadim-qadimnya. Adapun Tuhan Yang Mahakuasa itu Qadim yang terlebih azali. Menetes qadim itu jadi Muhammad atau tubuh Muhammad. Inilah kejadian dari Nur Allah [Cahaya Tuhan] yang ada di sama-tengah hati. Nur Allah yang ada di sama-tengah hati ini disebut ruh qudus. Ruh qudus ini diberi kekuasaan oleh Tuhan untuk menguasai seluruh tubuh manusia dan tubuh alam.
Sebetulnya yang ada di sama-tengah hati itu Ruh Qudus atau Tubuh yang Suci. Ini adalah tubuh Muhammad Rasulullah Saw. : Tubuhnya Tuhan [Tubuhnya Allah Ta`ala]. Dia [Ruh Qudus] inilah yang bisa berhubungan dengan Nur dan berbicara secara laa bi harfin wa laa shautin, 'tanpa huruf-tanpa suara'. Ruh Qudus yang di sama-tengah hati atau pusat atau pusar, ini adalah Zat-Mutlak. Zat-Mutlak ini Cahaya Ilahi. Cahaya Ilahi itulah yang bernama Allah.
Ruh Qudus itu diri kita juga. Inilah wa fii anfusikum afalaa tubsirun (Adz-Dzariyaat:21). Diri Allah ada di sama-tengah hatimu. Itulah Rahasia Tuhan pada kita yang disebut Ruh Qudus.
Ruh Qudus ini bersifat diam. Diamnya inilah yang kita rasakan. Bukan mendiam-diamkan. Diamnya Ruh Qudus yang kita rasakan.
Ruh Qudus inilah Rahasia Allah. Rahasia Allah inilah yang tajalli; satu dengan jasad. Bukan Allah-nya yang tajalli, melainkan Rahasia-Nya yang tajalli "hancur ke jasad" [satu meliputi jasad].
Ketahuilah, sebenarnya jasad kita ini tidak memiliki wujud hakikat meskipun saat ini jasad kita ini ada bentuknya [ber-sifat]. Siapa yang menjadikannya? Tentulah Tuhan. Kalau sudah tahu Tuhan yang menciptakannya, jelaslah jasad kita ini jasad Tuhan 'kan?! Alias Allah Ta`ala jasad. Jadikanlah jasad kita ini ruhani. [Awas, hati-hati mengambil paham. Jangan dibaharukan. Bukan jasad kita ini Tuhan, melainkan Tuhan jasad. Mudah-mudahan dibukakan paham]
Kalau jasad kita ini jasad Tuhan, Ruh Qudus keluad dari jasad, dia akan "hancur" ke jasad atau satu dengan jasad. Kalau dia keluar, tidak satu dengan jasad, binasa jasad. Busuk jasad. Menerima perkara jasad di alam barzakh.
Contoh:
Di alam rahim ibu saja jasad dan ruh satu: hiduplah janin. Sampai ke alam fana, jasad dan ruh tetap satu: hidup juga. Sampai ke alam barzakh, jasad dan ruh musti tetap satu: tetap hidup. Kalau tidak satu, binasalah jasad. Busuk: kenyanglah para ca text-shadow: rgb(0, 0, 0) 1px 1px 0px;cing tanah.
Kalau jasad dan ruh tetap satu di alam barzakh: bangun ruhani; bangun jasmani. Hiduplah dia dan bertemulah dia dengan yaumil qiyamah, sampai ke alam akhirat, dan tahu keadaan mahsyar, titian siratal mustaqim, dll.
Jadi, inti pengajian Pusaka Madinah itu:
Mati sekalipun, jasad dengan ruh tidak becerai.
Hidup di dunia saja jasad dan ruh tidak becerai. Kalau becerai: binasa. Apalagi kalau binasa di alam bazakh: binasa dan menerima perkara.
Jangan salah paham mencari pengetahuan mati. Banyak yang mencari ingin tahu keputusan mati: mati bercahaya-cahayalah; mati wajah berseri-serilah; tapi tidak dipikirkannya bagaimana supaya bisa tetap hidup di alam barzakh sampai ke alam akhirat. Jadikanl text-shadow: rgb(0, 0, 0) 1px 1px 0px;ah jasad kita ini ruhani kalau mau hidup di alam barzakh sampai alam akhirat. Yang ini justru tidak ada yang mau mencari. Bukan salah. Hanya tersalah.
Tajalli Ruh Qudus dalam Shalat.
Ruh Qudus ini Zat-Mutlak.
Ada di sama-tengah hatimu: pusat. Yang di dalam pusat inilah tempat perhimpunan
tubuh-hati-nyawa-rahasia. Waktu shalat, panjangkan takbir 3 alif [harakat].
Kalau 3 alif, akan besertaanlah fi`li, qauli dan qalbi. Begitu
juga tubuh-hati-nyawa-rahasia berhimpun pada ruh Qudus. Jadi, sama-tengah hati
itu perhimpunan.
Jadi, sama-tengah hati itu tempat perhimpunan. Kalau sudah berhimpun [fi`li, qauli dan qalbi | tubuh-hati-nyawa-rahasia] maka tafadal-lah: Ruh Qudus [tubuh yang di sama-tengah hati] satu dengan jasad. Tubuh inilah yang memakai mahkota Cahaya Ilahi.
Itu sebabnya harta, pangkat, dan kedudukan tidak berguna di akhirat. Yang berguna di akhirat adalah mahkota budduhun itu. Inilah "cap bebas". Jadi jangan mau mencari-cari tajalli saja, shalatlah saja dengan benar. Sudah jadilah. Shalat itu terdiri atas 13 rukun. ke-13 rukun ini sudah termasuk berupa rukun fi`li, qauli dan qalbi.
Kita semua sudah mengetahui kalimat tauhid itu laa ilaaha illallaah.
laa ilaaha illallaah itu maknanya tiada Tuhan, melainkan Allah. Berarti: tidak ada Zat-Nya, tidak ada Sifat-Nya, melainkan Allah saja ADA.
Kalau sudah Allah saja Ada. Apa Allah itu? Bagaimana Allah itu? Kenalilah. Datangilah para ulama.
Kita berseru, "Allaaahu Akbar!"
Jadi yang kita lihat apa-Nya? Besar-Nya yang tidak ada yang tahu.
Allah itu Meliputi sekalian alam [Q.S. Fushilat:54] dan Berdiri Sendiri. Diam tidak ada geraknya. Apa maksudnya itu? Maknanya:
Jadi, sama-tengah hati itu tempat perhimpunan. Kalau sudah berhimpun [fi`li, qauli dan qalbi | tubuh-hati-nyawa-rahasia] maka tafadal-lah: Ruh Qudus [tubuh yang di sama-tengah hati] satu dengan jasad. Tubuh inilah yang memakai mahkota Cahaya Ilahi.
Itu sebabnya harta, pangkat, dan kedudukan tidak berguna di akhirat. Yang berguna di akhirat adalah mahkota budduhun itu. Inilah "cap bebas". Jadi jangan mau mencari-cari tajalli saja, shalatlah saja dengan benar. Sudah jadilah. Shalat itu terdiri atas 13 rukun. ke-13 rukun ini sudah termasuk berupa rukun fi`li, qauli dan qalbi.
Kita semua sudah mengetahui kalimat tauhid itu laa ilaaha illallaah.
laa ilaaha illallaah itu maknanya tiada Tuhan, melainkan Allah. Berarti: tidak ada Zat-Nya, tidak ada Sifat-Nya, melainkan Allah saja ADA.
Kalau sudah Allah saja Ada. Apa Allah itu? Bagaimana Allah itu? Kenalilah. Datangilah para ulama.
Kita berseru, "Allaaahu Akbar!"
Jadi yang kita lihat apa-Nya? Besar-Nya yang tidak ada yang tahu.
Allah itu Meliputi sekalian alam [Q.S. Fushilat:54] dan Berdiri Sendiri. Diam tidak ada geraknya. Apa maksudnya itu? Maknanya:
ALLAH MEMANDANGKAN DIRI-NYA.
Berpikirlah. Asah akal dengan pemikiran.
Ruh Qudus itu Zat-Mutlak. Ada di sama-tengah hati. Kalau sudah dipandangkan yang disebut Ruh Qudus ini, wa awwaluhu wa akhiruhu wa zahiruhu wa bathinuhu. Tidak kenal di dunia, butalah di akhirat.
Apalagi yang kurang?
Allah sudah Memandangkan Diri-Nya;
Rasulullah sudah memandangkan tubuhnya.
Inilah syarat dua kalimah syahadat.
Sudah dipandang, disebut, ditunjuk pula.
Masih belum yakinkah?
Karena apa tidak yakin? Karena belum mengenal.
Allah sudah Memandangkan Diri-Nya;
Rasulullah sudah memandangkan tubuhnya.
Inilah syarat dua kalimah syahadat.
Sudah dipandang, disebut, ditunjuk pula.
Masih belum yakinkah?
Karena apa tidak yakin? Karena belum mengenal.
Janganlah hidup ini disia-siakan untuk cari makan terus. Carilah juga cara untuk membela diri kita di alam barzakh dan alam akhirat yang akan kita jalani. Kalau tidak hidup, apa yang akan kita jalani?
Kembali ke awal, Nur itu Cahaya Tuhan. Jadi, Nur Ilahi itu Tubuh Tuhan bukan? Jadi yang disama-tengah hati itu Tubuh siapa?
Kalau mau lihat kemauan Tuhan, nyata. Diadakan-Nya tinggi setinggi-tingginya, kosong sekosong-kosongnya: itulah Allahu Akbar. Besarnya tidak tahu. Kemauan siapa itu? Itulah kemauan Tuhan. Inilah fa `alu lii maa yuriid. Tuhan berkuasa dengan sekehendak-Nya.
Paham masalah ini: mati hakikilah kamu.
Bukan lagi mati beriman, sudah Allah Ta`ala surga.
Karena yang dikatakan Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya dan nikmat senikmat-nikmatnya itu adanya di surga.
Rasulullah Saw. duduk di mana saja: muka-belakang-atas-bawah, tampak semuanya. Tembus menembus. Itulah pandangan Allah Ta`ala. Yang Kosong itu Zat-Mutlak. Sudah tubuh Rasulullah Saw. Hendaklah dipandang satu.
Jangan dikatakan Kosong itu Zat-Sifat; Kosong itu Zat-Mutlak.
Yang dikatakan zarah-zarah itu baharu yang tidak dapat dipecah lagi. Ini cerita Quran, bukan cerita hadis. Yakni cerita Kemahasucian-Nya dan atau cerita kenabian.
Wamaa yaqunuuna minannajawa tsalatsa illa Huwa Rabbiuhum.
Tidak terjadi tiga orang yang berbisik-bisik, kecuali yang keempat Tuhan.
Mana 3 orang yang berbisik-bisik itu? Jasmani, ruhani, nurani.
Yang ke-4 Rabbani. Itulah Kosong. Inilah cerita hakikinya.
Syaikh Siradj
.
Subhanallah..
ReplyDelete