Kosong
yang kita pandang ini Sifat. Kalau yang di Maharuang, tidak ada Sifat, hanya
Zat Mutlak semata-mata. Maharuang itu bentuk dan rupanya tidak dapat dilihat,
tapi suaranya ada. Yang bersuara itu hanya Nur. Suara Nur itu qadim. Suara
qadim itu tidak ada `ain-nya (bentuk) dan tidak ada bekasnya. Tidak pula
meninggalkan tempatnya. Hanya para wali yang tahu cerita ini.
Dia bermuka satu, tidak bermuka dua (tidak ada depan-belakang-samping-atas-bawah) dan tidak menerima bagi. Tempatnya pun kita sudah tahu. Allah itu kebesaran-Nya yang meluas. Tidak punya garis-garis (batas). Berdiri sendiri. Tuhan itu nyawa hakiki semata-mata (Nur Ilahi semata-mata). Inilah yang meluas dan besar dan tidak mengambil tempat. Cahaya iniah Cahaya Qadim yang terlebih azali. Dalilnya, "nuurun `alaa nuurin"; Yang disebut Cahaya di atas cahaya itu yang terlebih bercahaya daripada Nur. yang terlebih bercahaya daripada Nur, Dia-lah itu. Yang begitu, begitulah adanya. Tidak bisa berubah lagi karena sudah ditetapkan begitu. Tidak bermasa. Begitulah selama-lamanya. Tidak ada permulaah dan tidak ada penghabisan-Nya. Ada di dalam diam, yakni diam sediam-diamnya. Bagaimana mau tahu Tuhan Yang Satu kalau tidak tahu Yang Kedua. Bagaimana mau tahu Yang Kedua, kalau tidak kenal Yang Satu. Shalat ada di dalam yang diam dan ada yang di dalam diam. Yang ada di dalam diam: sibuk. Di padang pasir pun masjid juga [Maharuang = Kiblat Maqami. Masjid itu tempat beribadah dan menyembah Tuhan. Sebelum ada makhluk, dijadikan-Nya dulu Cahaya Diri-Nya [Nur Ilahi/Zat Mutlak sebagai Kosong Maharuang yang menjadi tempat bagi sekalian makhluk. Tentulah tempat beribadah pertama itu Tubuh-Nya. Inilah juga penjelasan tentang Yang Kesatu dan Yang Kedua. Maksud pembicaraan ini mengarah pada skema penciptaan (Mux)]. Kif yaa Muhammad, Ana Rabbaka yushalli.
Ini shalatnya tidak
cepat. Di dalam diam itu rukun 13. Di tempat ini baru yakin saja karena di
mana tempat pun: masjid.
Orang yang tidak pernah bertafakur, tulangnya lembut semua karena Tuhan itu tidak ada lemahnya. Shalat itu tafakur juga. Dinamakan tafakur itu hanya sebentar saja. Shalat itu sunnaturrasul. Kalau tafakur, berilmu tinggi. Orang yang tidak pernah bertafakur seumur hidup: jahil murakab. Jahil pada dirinya sendiri dan pada Tuhannya. Tidak ada yang mengetahui Tuhan melainkan Tuhan atau Ruh Qudus. Ruh Qudus tetap ada di Mekah (Baitullah). Nur, kalau dia meninggalkan tempatnya, bisa tidur kita. Tuhan hakiki, dari dada sampai Maharuang. Yang mengenal Ruh Qudus hanya Adam. Tafakur majati itu: dirasakannya yang diam di sama-tengah hati. Tafakur hakiki tidak dirasakan, dirasakan semua. Ini dinamai Zahiru Rabbi wal bathinu abdi. Yang majati itu Rahasia Allah. Bersifat kosong sekosong-kosongnya. Yang utama dipakai, tafakur hakiki. Ketika shalat, takbirlah panjangnya 3 alif (harakat) kemudian tafakur hakikilah. Berdiri shalat, diketahui yang ada di Maharuang. Ruh Qudus yang mengetahui yang ada di Maharuang itu. Hakiki itulah takbir. Kosong Mahasuci itu Kosong belum ada titik. Zat dan Sifat itu Kosong yang sudah bertitik: Kosong ber-alif. Siapa tidak ada pandangan batinnya pada Sifat-Nya, sama dengan binatang. [Maksudnya tidak ada pengenalan pada Kosong (Mux)] |
"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang." “Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” [Qs. Al-Isra:72 dan 179] |
.
No comments:
Post a Comment