Mahasuci itu diri
kita juga karena kita ini dari Mahasuci. Inilah sebagai bukti betapa Allah
Ta`ala semuanya. Cahaya Tuhan itu meliputi luar dan dalam. Bukan hanya
meliputi langit dan bumi saja, melainkan juga meliputi diri kita luar-dalam.
Kita tidur, makan, minum, bekerja, semuanya Allah Ta`ala semata-mata.
Inilah pakaian orang muqarabin: artinya meliputi maksudnya; yang
kosong sekosong-kosongnya.
Maka bagi orang muqarabin,
tidur menyamping kanan itu mengikuti malaikatul muqarabin, sedangkan
bagi orang arif billah tidur menyamping kiri itu lebih keras daripada
tidur menyamping kanan. Karena tidur menyamping kiri itu mengikuti Rasulullah Saw.
Lihat orang tawaf, 7
kali putaran berlawanan arah jarum jam, Baitullah tetap ada di sebelah kiri.
Apalagi kalau tidur menyamping kiri menghadap Baitullah langsung. Bagi
orang arif billah: daripada membelakangi, lebih baik menghadap. Karena
tidur menyamping kiri itu menghadap Baitullah: akhirat semata-mata,
sedangkan membelakangi Baitullah itu dunia semata-mata. Tentu kita mau
tidak mau tidur menyamping kiri. Itulah, sampai tidur pun diajar Rasulullah.
Kalau tidur menyamping kiri, tidak ada pikiran-pikiran lagi, tinggal
menggunakannya saja. Baring kiri itu akhirat semata-mata. Baring kanan itu
dunia dunia semata-mata.
Gunakan ھ, sabda tunggal itu. ھ ini tidak ada tafsirnya. Kalau betul tidurnya, bertubuh Mahasucilah kita karena ھ itu Tubuh Mahasuci. Tubuh Mahasuci itu Tubuh Tuhan. Inilah cerita penghabisan. Dalam tidur pun Tuhan kita tubuhkan. Jangan dalam tidur saja kita tubuhkan. Pakailah Tubuh Tuhan ini dalam shalat: sebelum berdiri di atas sajadah sebelum takbir. Siapa dapat memandang Tubuh ini sekejap saja, jadilah. Apalagi kalau ھ itu sudah jalan sendiri, akhirat pun dilihat. Waktu tidur menyamping kiri itu dan memakai ھ, Muhammad [Ruh Qudus] keluar, memecahkan dirinya ke tubuh jasad. Muhammad itu tempat berhimpunnya tubuh-hati-nyawa-Rahasia. Kalau dia keluar memecah ke jasad, berarti jasad esa Zat-Sifat-Asma-Af`al. Esalah dengan Tuhan. Kalau sampai jasad tidak bisa mengesakan Zat-Sifat-Asma-Af`al-nya dengan Tuhan, menuntutlah Zat-Sifat-Asma-Af`al itu dan binasalah jasad. Hal ini tidak mungkin bisa didapat dengan dipikir-pikir dan dipaham-paham saja, musti didapat dengan jalan praktik. Yang namanya Mahasuci itu tidak ada matinya sampai yaumil qiyamah. Inilah paham-paham orang muqarabin dan orang-orang arifbillah. Gunakanlah dalam tidur. Buatlah. Karena Allah sudah ada-kan semuanya untuk kita lakukan. Mahasuci Tuhan dengan Sendiri-Nya. Apabila kita mengetahui Mahasuci Tuhan, maka mahaesa dan mahasuci pulalah kehambaan kita. Zat-sifat-asma-af`al, mahaesalah semuanya dengan Tuhan. Yang dikatakan diam sediam-diamnya itu ialah kemahaesaan kita. Inilah dikatakan ruh dan jasad tidak bercerai. Daripada kita tidur mengisi diri kita dengan nafsu angan-angan, keinginan-keinginan, lebih baik kita membetulkan menyebut ھ. Inilah dikatakan mengosongkan. Dikatakan juga menyerahkan diri pada Tuhan. Maka lakukanlah. Buatlah. Semuanya sudah di-ada-kan Tuhan. Tinggal kita melakukannya. ھ itu Tubuh Mahasuci, artinya Tubuh Tuhan. Kosong itu Sifat. Di Mahasuci mana ada Sifat lagi. Tubuh Tuhan saja yang ADA. Ambillah, pakai, gunakanlah. Menzikirkan ھ ini tidak pakai huruf; tidak pakai suara. Tidak pakai lidah, tidak pakai baca-baca. Pakai rasa rabbani. Kalau pakai rasa rabbani, kita akan tahu kerabbanian-Nya. Kala masih pakai rasa kehambaan, itu rasa nafsu. Jadi yang dimaksud zikir ھ (ha) ini bukan zikir Hu atau Huwa yang biasa dipakai dalam amalan menyimpang berupa zikir napas oleh kalangan salah kaprah itu ya. Rasa kehambaan ini rasa kenafsuan. Apalah artinya mati bertubuhkan nafsu. Ini yang ditakuti oleh orang-orang arif billah dan orang-orang muqarrabin. Karena sesuatu yang betul-betul dibenci Tuhan di dunia ini ialah orang yang mengikuti hawa nafsunya. Ini analisis orang-orang rabbani, muqarrabin, dan arif billah. Hati-hati umat, pahamilah ini. Tuhan sangat benci orang yang mengikuti hawa nafsu. Ingat, di dalam diri manusia ini ada 3 makhluk: 1. akal; 2. ruh; 3. nafsu Akal mempergunakan rasa rabbani, Ruh mempergunakan rasa nurani, sedangkan Nafsu banyak mempergunakan rasa laknatullah (jin, setan, iblis) Maka orang arif billah dan muqarrabin bilang, surga-neraka itu rahmat Tuhan. Surga-Neraka itu semata-mata rahmat Tuhan. Bukan bisa diketahui dan ditetapkan dengan cara syariat. [Bukan amal yang menyampaikan manusia pada surga, melainkan murni rahmat Allah] Nafsu dikeluarkan dari neraka, ditanya Tuhan,"Siapa kamu?" Jawab nafsu,"Kau-kau, aku-aku." Inilah kesombongan nafsu. Sedangkan ketika akal dan ruh ditanya Tuhan, "Siapa kamu?" Akal dan ruh bersujud kepada Tuhan dan menjawab, "Aku hamba-Mu dan dijadikan oleh Engkau." Apa kata Nabi Saw.,"Ada perang lebih besar daripada Badar, yaitu jihadil an-nafs." Secara syariat, Perang Badar sudah usai, tetapi secara ruhani, belum selesai. Ada yang lebih hebat lagi daripada Perang Badar, yaitu perang dengan an-nafsu. Nafs itu diri. Dengan diri yang mana kita perang? Itulah dengan diri nafsu. Sampai dijanjikan Allah dalam Quran, "Siapa dapat menahan hawa nafsunya, Allah sediakan Surga Ma`wa. [Q.S. An-Naziat:40-41] Surga di akhirat itu sudah ada di dunia ini. Surga akhirat yang ada di dunia ini adalah makfrifatullah. Surga Makrifat. Makrifat itulah surga akhirat di dunia. Maka kata orang arif billah: Siapa datang menghadap-Ku dengan amal, akan Ku-perhitungkan. Siapa datang menghadap-Ku dengan makrifat, akan Aku hujjah dengan memberi petunjuk-petunjuk kepadamu. Siapa datang dengan tabungan pahala, dituntut; Siapa datang dengan pengenalan, dituntun. Daripada kita memegang pahala, lebih baik kita memegang Pemberi Pahala. |
Syaikh Siradj
.
No comments:
Post a Comment