Sebelum ini:
Islam: Agama Tauhid dengan Hukum Aqli
Islam: Agama Tauhid dengan Hukum Aqli 2
Mahasuci itu Nur Muhammad, bersifat diam; tidak bergerak-gerak. Diri kita ini sudah berada di dalam Tubuh Diam [Nur Muhammad]. Pandanglah Tubuh Diam dengan perasaan yang hening. Akan terasa nikmatnya. Orang yang sudah kenal dan dapat kekal dengan Tubuh Diam: shalat terasa nikmat, tidur pun nikmat; hidup nikmat, mati sekalipun nikmat. Ini bagi orang yang kenal.
Inilah perlunya mengenal Tuhan. Kalau perasaan kekal terus dengan Allah, segalanya nikmat. Ini bagi yang kenal. Bagi yang tidak kenal, [diakui atau tidak selama hidup hati terdalamnya] kalang kabut terus [dan mati akan terasa sakit dan menakutkan].
Kalau kita sudah kenal dengan Mahasucinya Allah, kita pun Mahasuci juga dan keberadaan kita pun tetap di dalam Mahasuci. Mahasuci inilah tempat husnul khatimah; tempat yang penuh rahmat.
Kita ini sudah berada di dalam Tubuh Mahasuci. Ini sudah sebenar-benarnya. Hendaklah kita selalu merasakan di dalam Tubuh Mahasuci karena Tubuh Mahasuci ini tidak meninggalkan tempat; karena Dia tidak bertempat. Inilah Rahasia dari segala Rahasia Allah.
Orang berkata Rahasia Allah itu begini-begitu, kita tetap berpegang Mahasuci inilah Rahasia Allah. Coba kalau perasaan kita tengan dengan Mahasuci, tentu Allah sajalah yang ADA.
Ibaratkan pintu kamar yang tertutup, ketika dibukakan kita lihat ada orang di dalam kamar itu. Walaupun pintu itu ditutup kembali, kita tetap yakin di dalam kamar itu ada orangnya. Begitula kalau kita kekal memandang Mahasuci. Kalau dibukakan, melihatlah kita dengan adanya Rahasia Allah ini.
Islam: Agama Tauhid dengan Hukum Aqli
Islam: Agama Tauhid dengan Hukum Aqli 2
Mahasuci itu Nur Muhammad, bersifat diam; tidak bergerak-gerak. Diri kita ini sudah berada di dalam Tubuh Diam [Nur Muhammad]. Pandanglah Tubuh Diam dengan perasaan yang hening. Akan terasa nikmatnya. Orang yang sudah kenal dan dapat kekal dengan Tubuh Diam: shalat terasa nikmat, tidur pun nikmat; hidup nikmat, mati sekalipun nikmat. Ini bagi orang yang kenal.
Inilah perlunya mengenal Tuhan. Kalau perasaan kekal terus dengan Allah, segalanya nikmat. Ini bagi yang kenal. Bagi yang tidak kenal, [diakui atau tidak selama hidup hati terdalamnya] kalang kabut terus [dan mati akan terasa sakit dan menakutkan].
Kalau kita sudah kenal dengan Mahasucinya Allah, kita pun Mahasuci juga dan keberadaan kita pun tetap di dalam Mahasuci. Mahasuci inilah tempat husnul khatimah; tempat yang penuh rahmat.
Kita ini sudah berada di dalam Tubuh Mahasuci. Ini sudah sebenar-benarnya. Hendaklah kita selalu merasakan di dalam Tubuh Mahasuci karena Tubuh Mahasuci ini tidak meninggalkan tempat; karena Dia tidak bertempat. Inilah Rahasia dari segala Rahasia Allah.
Orang berkata Rahasia Allah itu begini-begitu, kita tetap berpegang Mahasuci inilah Rahasia Allah. Coba kalau perasaan kita tengan dengan Mahasuci, tentu Allah sajalah yang ADA.
Ibaratkan pintu kamar yang tertutup, ketika dibukakan kita lihat ada orang di dalam kamar itu. Walaupun pintu itu ditutup kembali, kita tetap yakin di dalam kamar itu ada orangnya. Begitula kalau kita kekal memandang Mahasuci. Kalau dibukakan, melihatlah kita dengan adanya Rahasia Allah ini.
Siapa Rahasia Allah yang kamu lihat itu?
Itulah tubuh Muhammad Rasulullah. Siapa bilang
tidak bisa melihat Muhammad Rasulullah [dalam keadaan sadar-terjaga]?
Masalah Mahasuci ini jangan diragukan lagi karena Mahasuci itu Tubuh Allah. Kita sudah sebenar-benarnya di dalam Tubuh Allah. Sudah nyata Tubuh Mahasuci ini tidak ada antaranya dengan kita. Kita dengan Mahasuci bukan bersatu, bukan menyatu, melainkan sudah benar-benar satu. Kosong inilah Tubuh Mahasuci. Tubuhnya kita ini juga.
Masalah Mahasuci ini jangan diragukan lagi karena Mahasuci itu Tubuh Allah. Kita sudah sebenar-benarnya di dalam Tubuh Allah. Sudah nyata Tubuh Mahasuci ini tidak ada antaranya dengan kita. Kita dengan Mahasuci bukan bersatu, bukan menyatu, melainkan sudah benar-benar satu. Kosong inilah Tubuh Mahasuci. Tubuhnya kita ini juga.
Cara mempraktikkannya:
Sadari saja kita dengan Tubuh Mahasuci: satu.
Bawalah kesadaran ini dalam hidup sehari-hari. Kalau kesadaran ini men-"jadi", kita bukan hidup di alam dunia lagi, melainkan sudah hidup di alam Mahasuci.
Ikutilah apa kemauan Allah. Kemauan Allah, kita shalat: shalatlah. Banyak mengaji: tadaruslah. Puasa: puasalah. Zakat: berzakatlah, dsb.
Bawalah kesadaran ini dalam hidup sehari-hari. Kalau kesadaran ini men-"jadi", kita bukan hidup di alam dunia lagi, melainkan sudah hidup di alam Mahasuci.
Ikutilah apa kemauan Allah. Kemauan Allah, kita shalat: shalatlah. Banyak mengaji: tadaruslah. Puasa: puasalah. Zakat: berzakatlah, dsb.
Bagaimana mau masuk surga, sedangkan kemauan Allah kita tidak
mau tahu. Mana bisa masuk surga.
Berusahalah. Jangan hidup di dunia saja, hiduplah di tempat yang
penuh rahmat.
Jangan dilalaikan lagi keberadaan kita ini, tetap di Mahasuci. Allah ada di Mahasuci-Nya. Kemahasucian Allah itulah Sifat Qadim-Nya. Bersifat Tuhan selama-lamanya.
Kalau kesadaran kita tetap di Mahasuci, bersama Tuhanlah kita selama-lamanya. Karena Mahasuci itu tempat yang Mahasuci. Mustahil Mahasuci itu bertempat di tempat yang kotor. Tentulah Allah Yang Mahasuci itu berada di Mahasuci-Nya.
Siapa yang meng-ada-kan Mahasuci itu?
Hanya Tuhan.
Ketika belum ada sesuatu, belum ada apa-apa, Tubuh Mahasuci ini
sudah ada. Tubuh Mahasuci inilah Tubuh sebelum ada segala sesuatu. Tubuh
Mahasuci ini bersifat Baqa. Kekal.
Ketika segaa sesuatu yang di-ada-kan Tuhan sudah hancur, Tubuh Mahasuci tetap ada. Tidak hancur. Tetap Kosong.
Ketika segaa sesuatu yang di-ada-kan Tuhan sudah hancur, Tubuh Mahasuci tetap ada. Tidak hancur. Tetap Kosong.
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Wajah-Nya.[Q.S. Qashas:88] |
Kita tetap sadar di dalam Mahasuci. Inilah keimanan yang tidak bisa koyak. Dengan keimanan kita, cukup disadari saja: Kita ada di Mahasuci yang laysa kamitslihi syai`un; yang tidak memerlukan tempat.
Kukuhkan perasaan kita di Mahasuci. Jangan ada pikiran kepada yang bukan Mahasuci. Kukuhkan kesadaran kita selalu di dalam Mahasuci. Berarti kita telah berpegang kepada keesaan Tuhan. Denggan kesadaran pada Mahasuci inilah kita terbungkus oleh kecemerlangan cahaya Tauhid.
Inilah Zat yang ditauhidkan, yakni Zat Mutlak. Orang yang karam di dalam Zat Mutlak, inilah orang yang karam di lautan tauhid. Lautan tauhid inilah lautan ahadiyat atau lautan laa ta`yin, yaitu lautan sebelum ada sesuatu. Baik-baiklah paham tentang Mahasuci ini. [Tamat]
— Syaikh Siradj —
.
No comments:
Post a Comment