Sungguh berbeda: satu dengan esa.
Salam alaikum, Sobat Sarang...
Meskipun tulisan ini bukan sambungan
langsung tulisan yang saya janjikan sebelumnya mengenai Ruh Qudus,insyaAllah, tulisan ini dan beberapa tulisan
selanjutnya akan menjadi jembatan menuju pemahaman yang utuh mengenai
kedudukan Ruh Qudus dalam pengesaan kita di hadirat Ilahi Rabbi. Amin.
|
Tauhid artinya
mengesakan. Bukan mengesakan Allah. Allah sudah Esa. Akan tetapi, mengesakan
segala sesuatu yang diciptakan Allah kepada Allah. Jadi jelasnya, tauhid itu
mengesakan segala sesuatu, termasuk diri kita, kepada Allah Swt. karena yang
ada pada segala sesuatu dan yang ada pada diri kita ialah sebenarnya Af'al (Perbuatan)
Allah, Asma (Nama) Allah, Sifat Allah, dan Zat Allah.
Keempat macam inilah yang perlu kita kenal dan kita ketahui
karena kenyataan hakikatnya itu ada pada kita, seperti
- Af'al
Allah : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah tubuh atau jasad
kita;
- Asma
Allah : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah hati;
- Sifat
Allah : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah nyawa;
- Zat
Allah : kenyataan hakikatnya pada diri kita adalah rahasia.
Mengapa Zat dikatakan
rahasia? Karena yang namanya
Zat itu tidak berbentuk, tidak berwarna, tidak berbau, tidak bertempat, dan
lain-lain. Karena Zat itu laysa kamitslihi syai'un, tidak ada
seumpamanya. Ini baru Zat, sedangkan Allah terlebih laysa kamitslihi
syaiun. Ini sebabnya Rasulullah melarang memikir-pikirkan soal Zat Allah:
bukan karena tidak boleh, melainkan karena memang tidak bisa! Ini baru Zat-Nya,
apalagi Allah Pribadi: Sang Maha Pencipta.
Memikir-pikirkan Zat
Allah itu bukan tidak boleh, melainkan karena memang tidak bisa!
Memaksakan yang mustahil itulah yang menimbulkan penyimpangan dan melahirkan dosa. |
Keempat macam yang ada pada segala sesuatu dan
ada pada diri kita inilah yang perlu diesakan pada Allah. Bukan Allah-nya
yang diesakan.
Kalau kita sudah tahu hakikat yang empat ini, bahwa
Tubuh hakikatnya Af'al
Allah,
Hati hakikatnya Asma
Allah,
Nyawa hakikatnya Sifat Allah,
dan
Rahasia hakikatnya Zat Allah
tentulah kita sadari, pada diri kita itu tidak ada tubuh, tidak
ada hati, tidak ada nyawa, tidak ada rahasia. Yang ada adalah Af'al Allah, Asma
Allah, Sifat Allah, dan Zat Allah.
Inilah maksud sebenarnya perkataan "makhluk itu tidak
punya wujud hakiki". Inilah makna sebenarnya "sekalian
makhluk itu fana di hadirat Ilahi Rabbi". Bukan mem-fana-fana-kan diri
atau mengosong-kosongkan diri atau meniada-tiadakan diri, seperti yang
dilakukan sebagian golongan tasawuf.
Makrifatnya, apa saja yang terpandang mata,
semuanya itu adalah Af'al Allah: Perbuatan Allah.
|
Umpama:
Kita memandang sesuatu yang
sudah kita kenal. Katakanlah kita sedang memandang gelas. Begitu kita
memandangnya, tidak ada ragu lagi di hati kita bahwa itu adalah
gelas. Begitulah pula kalau kita sudah kenal dengan Af'al Allah,
mau apa lagi yang diragukan?
Orang yang sudah kenal gelas
tidak akan ragu menyebut
gambar di atas adalah
gambar gelas.
tidak akan ragu menyebut
gambar di atas adalah
gambar gelas.
Bahkan kita tahu tiada satu makhluk pun di jagat raya ini yang
bisa membuat tubuh nyamuk. Kalau kita sudah sadar tidak ada perbuatan makhluk,
tentu perlulah kita sadari perbuatan siapakah itu?
Menurut para muwwahid (orang-orang
ahli tauhid) untuk sempurna makrifat kita pada Allah Swt. dan sempurnanya musyahadah
(persaksian) kita kepada Allah, hendaklah kita mengetahui tauhidul (jalan peng-esa-an) Af'al,
tauhidul Asma, tauhidul Sifat, dan tauhidul Zat.
Kalau dikaitkan dengan ibadah, jalan yang sampai kepada Allah Swt. itu syariat,
tarikat, hakikat, dan makrifat. Inilah jalan pengenalan yang
sampai kepada Allah Swt.
- Syaikh Sirad -
.
No comments:
Post a Comment